Text Box: Volume 01, Number 01, Mei 2023
e-ISSN: xxxx-xxxx and p-ISSN: xxxx-xxxx

 


FILSAFAT PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT FREDWRICH WILHELM FROEBEL

Ulya Ainur Rofi’ah 1, Maemonah 2, Putri Indah Lestari 3

Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban 1, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga2, Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban3
1[email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]

 

 

KATA KUNCI

Filsafat, Anak Usia Dini, Menurut Wilhelm Froebel

 

INFO ARTIKEL

Received: 18 Mei 2023

Revised: 23 Mei 2023

Accepted: 23 Mei 2023

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana konsep filosofis yang dikemukakan oleh Frederich Wilhelm Froebel berkaitan dengan pendidikan anak usia dini, dan selanjutnya dikaitkan dengan pertumbuhan pendidikan anak usia dini di Indonesia. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pilihan metode penelitian kepustakaan. Frobel telah menyumbangkan pandangan yang sangat luas dalam dunia pendidikan modern saat ini, menurut Froebel manusia pada dasarnya adalah dinamika yang produktif dan tidak hanya bersifat represif. Froebel menekankan pendidikan pada anak usia 3-6 tahun atau 7 tahun. Pada masa ini, seorang anak akan dibekali pengetahuan untuk memiliki kemampuan sebagai dasar perkembangan dan pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu Froebel menekankan perlunya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan latihan sensorik, bahasa dan bermain sebagai komponen penting dalam pendidikan anak.

 

PENDAHULUAN

Filsafat tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena sejarah filsafat sangat erat hubungannya dengan sejarah kehidupan manusia pada masa lalu atau masa lampau. Menurut Surajiyo kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal sebagai filsafat dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai philoshophy, dan selanjutnya dari bahasa Yunani philoshophia (Noor Amirudin, 2018, hlm. 10). Filsafat adalah pengetahuan yang dimiliki oleh akal atau nalar pada manusia yang menembus sampai dasar-dasar terakhir dari segala sesuatu. Filsafat yang dijadikan pedoman hidup, yang erat kaitannya dengan nilai-nilai tentang manusia yang dianggap benar sebagai pedoman hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa untuk mewujudkannya yang terkandung dalam isi makna filsafat tersebut. Oleh karena itu, suatu falsafah yang diyakini oleh suatu masyarakat atau bangsa akan sangat erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang digeluti oleh berbagai masyarakat dan bangsa tersebut. Sehingga falsafah pendidikan ini merupakan upaya untuk memperkenalkan falsafah pendidikan dan nilai-nilai yang terkait dengannya. Filsafat pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang mengkaji dan berupaya mengungkap persoalan-persoalan filosofis dalam pendidikan agar pendidikan memiliki makna yang jelas, karena pendidikan berperan sangat besar dalam tujuan membangun kemajuan suatu bangsa sesuai dengan falsafah yang ada. diyakini (Arifin, 1993).

Filsafat pendidikan anak akan menjawab tentang bagaimana mengasuh anak usia dini supaya dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tahapan usianya, sehingga dapat mengetahui tentang berbagai kegiatan-kegiatan apa saja yang cocok serta yang tidak sesuai dengan kemampuan anak, dari segi kebutuhan-kebutuhan dan kemampuan-kemampuan apa saja yang harus dipenuhi pada anak usia dini, dan yang harus dikembangkan pada anak usia dini dalam kehidupan bermasyarakat, akan nilai-nilai dan moralitas apa saja yang harus diperhatikan masyarakat dan hendaknya diwariskan kepada anak usia dini, serta bagaimana pola hubungan antara anak usia dini dengan orang dewasa. Oleh karena itu, filsafat pendidikan anak dibutuhkan untuk mengungkap dan menelaah atau meneliti tentang realitas yang sedang terjadi dalam proses dunia pendidikan anak. Sehingga atas dasar itulah, maka kajian tentang konsep dasar pendidikan anak usia dini selalu dikaitkan dengan filsafat pendidikan anak usia dini. Karena suatu konsep yang tanpa diimbangi dengan filsafat merupakan sesuatu hal yang mustahil. Filsafat merupakan dasar dari sebuah konsep. Dengan itu pendidikan anak usia dini harus mempunyai basis dari filosofis yang kuat dan jelas.

Konsep filosofi pendidikan anak usia dini berangkat dari pengertian bahwa sejak dini seorang anak telah dibekali dengan berbagai potensi yang masih perlu dikembangkan. Hal senada juga dijelaskan oleh para ahli bidang psikologi anak dan etnopediatri yang menggabungkan ilmu kedokteran, perkembangan sosial anak, dan ilmu sosial yang menyatakan bahwa sejak lahir anak sudah memiliki bakat dan potensi bawaannya sendiri (Muharram Hidayatullah, 2009, hal. viii). Hal ini dimaksudkan agar kelak seorang anak dapat menjalankan fungsi dan terikat sebagai manusia secara efektif dan produktif. Menurut pendapat Haidar Putra Daulay, filsafat pendidikan adalah implementasi pandangan filosofis dan prinsip filosofis dalam bidang pendidikan (Dulay, 2014). Dari pengertian filosofis tersebut, filosofi pendidikan anak usia dini pada hakekatnya adalah penerapan pandangan filosofis dalam pendidikan anak usia dini baik yang berkaitan dengan kurikulum, aspek pendidikan, tujuan pendidikan, tujuan pendidikan, pendekatan, model pembelajaran, dan proses evaluasinya. dalam pendidikan anak usia dini. Filsafat pendidikan anak usia dini juga bertujuan untuk menelaah secara teoritis mulai dari dasar dasar pembentukan awal pendidikan anak usia dini. Selain untuk menyelidiki atau mengungkap dan mengungkap realitas yang terjadi dalam proses pendidikan anak usia dini. Penyelenggaraan pendidikan dalam bentuk apapun termasuk pendidikan anak usia dini harus dilandasi oleh filosofi dan juga disertai dengan teori-teori pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak usia dini agar anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapan usianya.

Berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk mengetahui lebih dalam tentang pemikiran Frederich Wilhelm Froebel mengenai pendidikan anak usia dini dan kaitannya dengan perkembangan pendidikan anak usia dini di Indonesia. Froebel adalah sosok yang mencetuskan ide awal dan juga pelopor tunggal berdirinya Kindergarden atau taman kanak-kanak di dunia. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pemikiran Frederich Wilhelm Froebel masih dapat relevan untuk digunakan saat ini mengenai pendidikan anak usia dini di Indonesia.

 

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan (library research) dapat diartikan sebagai penelitian yang dilakukan dengan membaca karya-karya yang terkait dengan persoalan yang akan dikaji dan mencatat bagian penting yang ada hubungannya dengan topik bahasan. Sarwono (2018:87) menjelaskan pula bahwa penelitian kepustakaan (library research) adalah suatu metode yang dipakai dengan mempelajari berbagai buku-buku referensi yang berhubungan dengan tema yang dibahas. Penelitian ini bersifat kualitatif yang mengutamakan penggalian, penemuan, membaca, menjelaskan dan menyampaikan makna atau simbol data yang eksplisit dan abstrak dari data yang terkumpul. Sugiyono (2017:67) menyatakan bahwa studi pustaka adalah rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode pengumpulan data pustaka, kajian teori, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini tidak sama dengan teknik pengumpulan data penelitian kuantitatif di lapangan. Pengolahan penelitian ini lebih mengarah pada analisis atau pengolahan data yang bersifat deskriptif, filosofis dan teoritis.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan adalah usaha sadar dan telah dirancang untuk menciptakan berbagai lingkungan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif dan mengembangkan berbagai bakat atau potensi dalam dirinya untuk memiliki berbagai kekuatan, baik spiritual, keagamaan, kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia. , dan keterampilan. diperlukan. oleh dirinya sendiri dan masyarakat. Pendidikan yang mencakup berbagai pengajaran atau pembelajaran tentang keterampilan tertentu, serta sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam, yaitu dengan memberikan pengetahuan, pertimbangan, dan kebijaksanaan (Rofiah & Fatonah, 2021). Salah satu fondasi utama pendidikan adalah mewariskan budaya kepada generasi anak-anak saat ini.

Menurut Suyadi, pendidikan adalah suatu proses interaksi antara pendidik atau guru dengan peserta didik atau lingkungannya secara sadar, teratur, terencana, dan sistematis untuk membantu mengembangkan potensi peserta didik yang sebesar-besarnya agar dapat menempuh pendidikan lebih lanjut (Suyadi, 2012).

Sedangkan menurut Syafril dan Zelhendri Zen pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa yang biasanya dilakukan oleh orang tua, pendidik atau guru untuk perkembangan anak sampai mencapai kedewasaan dengan tujuan agar anak cukup cakap untuk melaksanakan tugas hidupnya sendiri bukan dengan bantuan orang lain (Syafril, 2017). Menurut pendapat lain, pengertian pendidikan menurut seorang ahli pendidikan dari Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha manusia secara sadar untuk memperbaiki akhlak, melalui sekolah agar anak lebih maju dan proporsional baik jasmani maupun rohani. (Ruminiati, 2016).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan dipahami sebagai suatu proses, cara, dan tindakan yang mendidik, sehingga menjadikan anak didik lebih dewasa, dan memiliki berbagai kebajikan dalam kehidupannya sesuai dengan falsafah hidupnya. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan memberikan berbagai rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan baik jasmani maupun rohani agar anak siap memasuki pendidikan lebih lanjut.

Menurut Haryanto, pendidikan anak usia dini adalah pemberian upaya untuk merangsang, membimbing, mengasuh, dan memberikan kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak usia dini (Fadlillah, 2014). Sedangkan menurut Maemunah Hasan, pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan mengenai pendidikan untuk membantu tumbuh kembangnya. dan perkembangan baik jasmani maupun rohani agar anak memiliki berbagai kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan pada jalur formal dan informal (Hasan, 2009).

Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan anak usia dini adalah pendidikan dimana anak belum belajar menggunakan daya pikirnya, tetapi anak belajar pada masa bayi. Pendidikan anak usia dini dapat berupa permainan (Rofi’ah & Munastiwi, n.d.), bernyanyi, bercerita, merawat tanaman, bunga dan sayuran (Dewantara, 2013). Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 1 angka 14, pendidikan anak usia dini diartikan sebagai upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan atau insentif pendidikan. untuk membantu pertumbuhan. serta perkembangan anak baik jasmani maupun rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan anak usia dini merupakan bentuk pendidikan yang menitikberatkan pada penempatan dasar yang mengarah pada pertumbuhan dan perkembangan fisik yang meliputi koordinasi motorik halus dan kasar, kognitif yang meliputi pemecahan masalah, kreativitas, dan daya pikir. Aspek sosial-emosional anak meliputi sikap dan etika dan agama, perkembangan bahasa yang meliputi berbagai ciri dan tahapan perkembangan bahasa yang dilalui oleh anak usia dini. Beberapa fungsi pendidikan bagi anak usia dini yang perlu diperhatikan, dan dapat dijelaskan sebagai berikut (Surnaya, 2016):

Untuk itu mengembangkan seluruh kemampuan yang dimiliki oleh anak yang sesuai dengan tahapan perkembangan usianya.

1.      Mengenalkan anak usia dini dengan dunia sekitar.

2.      Mengembangkan tentang sosialisasi anak.

3.      Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin bagi anak usia dini.

4.      Memberikan kesempatan pada anak untuk menikmati masa bermainnya.

5.      Memberikan stimulus kultural pada anak.

6.      Memberikan ekspresi stimulasi kultural.

Fungsi lain yang perlu mendapat perhatian antara lain penyiapan berbagai bahan perumusan kebijakan di bidang pendidikan anak usia dini, penyiapan bahan perumusan standar, kriteria, pedoman dan prosedur di bidang pendidikan anak usia dini, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pendidikan anak usia dini. pendidikan usia dini. bidang pendidikan anak usia dini, pelaksanaan pemberdayaan partisipasi masyarakat di bidang pendidikan anak usia dini, pelaksanaan urusan administrasi direktorat (Sujino, 2009).

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah pendidikan sebelum pendidikan dasar yang diperuntukan bagi anak usia 6 tahun yang bertujuan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini baik jasmani maupun rohani guna mempersiapkan anak memasuki pendidikan lebih lanjut. Tujuan pendidikan anak usia dini yang ingin dicapai adalah mengembangkan pengetahuan dan pemahaman orang tua dan pendidik atau guru dan pihak-pihak yang terkait dengan bidang pendidikan dan perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Tujuan pendidikan anak usia dini adalah (Sujiono, 2009):

1.     Untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki berbagai potensi yang memadahi sehingga dapat memasuki pendidikan dasar dan bisa mengikuti sesuai dengan tahapan usianya serta mempengaruhi pada kehidupan di masa dewasanya anak.

2.     Untuk membantu menyiapkan anak agar mencapai kesiapan dalam belajar (akademik) disekolah.

3.     Intervensi dini dengan memberikan rangsangan sehingga dapat menumbuhkan tentang potensi-potensi yang tersembunyi (hidden potency) yaitu dari dimensi perkembangan anak (bahasa, intelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri, minat dan bakat).

4.     Melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki oleh anak usia dini.

Sejarah Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia

            Pendidikan taman kanak-kanak pertamakali ditemukan oleh Friedrich Wilhelm August Froebel (Yusuf, 2015) pada tanggal 21 April tahun 1782 di Blankenbur, Jerman (Irsyad, 2017). Froebel menganggap bahwa pendidikan anak sejak dini perlu dilakukan dengan konsep bermain sambil belajar. Tidak berbeda dengan sekarang, pendidikan anak pada masa itu berisikan dengan berbagai kegiatan kerajinan tangan, menyanyi, mendengarkan cerita, bermain kotak kubus, dan lain sebagainya. Tercatat sampai tahun dengan 1848 Froebel sudah membuka 40 taman kanak-kanak diseluruh penjuru wilayah Jerman. Konsep pendidikan anak ini terus berkembang diberbagai penjuru Eropa bahkan dunia, termasuk di Indonesia yang saat itu menjadi koloni dibawah pimpinan bangsa Hindia Belanda. Pendidikan taman kanak-kanak (TK) di masa Hindia Belanda disebut dengan Froebel School. Nama itu diambil dari nama penemu atau pencetus taman kanak-kanak yaitu Wilhelm Froebel (Yus, 2011).

            Kurikulum yang diterapkan oleh Pemerindah Hindia Belanda pada saat itu juga meniru pendidikan dari Froebel dengan konsep bermain sambil belajar dalam pendidikannya. Pada saat itu, pendidikan taman kanak-kanak diperuntukkan untuk anak-anak Belanda, saudagar, dan anak-anak Bangsawan atau Ningrat. Selain menerapkan tentang sistem pendidikan Froebel, pemerintah belanda juga menerapkan metode Montessori pada tahun 1938 yang arah pendidikannya yang menekankan pada perkembangan kepribadian seorang anak seperti rasa akan kemandirian, kepercayaan diri, dan disiplin. Salah satu lulusan dari taman kanak-kanak Froebel School adalah RM Soewardi Soejaningrat atau lebih dikenal dengan nama lain Ki Hajar Dewantara mulai berperan dalam bidang pendidikan.

            Pada saat itu Ki Hajar Dewantara lewat Organisasi Taman Siswa juga mensponsori sekolah-sekolah taman kanak-kanak yang memadukan antara metode Froebel dan metode Montessori yang disesuaikan dengan budaya timur (Setyowahyudi, 2020). Pada 3 Juli 1992, ia mendirikan Sekolah Froebel Kindergarten yang kemudian disepakati dengan nama Taman Indera. Selain itu, mulai berdiri juga taman kanak-kanak dari kalangan Islam, lewat Persatuan Wanita Aisyiyah. Mereka mendirikan Bustanul Athfal pertama pada tanggal 1917, lebih dulu dari Froebel Kindergarten. Memasuki zaman pendudukan Jepang, nama Froebel School kemudian diganti dengan nama Taman Kanak-kanak. Pada masa inilah Taman Kanak-kanak dikenal di Indonesia (Sardiman, 2008).

            Pada masa pendudukan Jepang beberapa metode pembelajaran seperti menyanyi, permainan dan cerita diubah menurut gaya. Setelah proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia, konsep taman kanak-kanak tetap dipertahankan, namun Bapak Ali Sastroamidjojo selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saat itu menambahkan bahwa konsep pendidikan mempelajari nasionalisme dan budaya Indonesia. Selain itu, baik Taman Indera, Taman Kanak-Kanak, maupun Raudhotul Athfal sudah mulai dibuka secara umum sesuai dengan misi kemerdekaan Negara Indonesia. Yaitu mencerdaskan kehidupan dan mengurangi buta aksara dengan target baru yaitu anak usia diatas 4 tahun sampai dengan memasuki pendidikan dasar. Namun masalahnya, tidak banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya ke taman kanak-kanak karena ekonomi Indonesia pasca kemerdekaan masih sulit.

            Selanjutnya pada masa Orde Baru pada tahun 1980-an, mulai muncul kesadaran dari masyarakat akan pentingnya pendidikan anak seiring dengan membaiknya perekonomian. Di daerah-daerah tertentu sudah banyak taman kanak-kanak yang mulai dibuka, dengan usia 3-4 tahun menggunakan konsep bermain atau kober. Pemerintah juga mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah yang mempertegas status pendidikan anak pada waktu itu disebut pendidikan prasekolah. Pendidikan prasekolah diakui sebagai konsep pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan sistem pendidikan nasional (Sardiman, Sejarah Program Kelas XI IPS 2 SMA, 2008). Dengan adanya regulasi tersebut, pihak dari lembaga pendidikan swasta semakin meramaikan semangat pendidikan prasekolah dengan berbagai konsep, mulai dari taman kanak-kanak berbasis internasional hingga sekolah berbasis alam. Sampai saat ini taman kanak-kanak semakin beragam, dengan penambahan konsep pendidikan, fasilitas taman kanak-kanak, dan juga dengan berbagai variasi biaya.

Metode Pendidikan Menurut Frederich Wilhelm Froebel

            Frederich Wilhelm August Froebel lahir di Jerman pada tanggal 21 April 1782, di desa Oberwaeissbach, sebuah desa di Hutan Thuringian, di kerajaan Schwazburg-Rudolstadt. Ayahnya bernama Johann Jacob Froebel, pemilik tempat ibadah umat Kristiani yaitu Gereja Lutheran Lama, dan pernah menjadi pendeta bupati (Henry Bamard, 1884). Froebel telah menjadi yatim piatu pada usia 9 bulan, sedangkan ibu tirinya tidak dapat memahami pikiran atau perasaannya, sedangkan ayahnya tidak dapat memperhatikan karena kesibukannya sebagai pendeta. Kebutuhan Froebel akan kasih sayang dan cinta dari orang tua dan teman sebaya tidak terpenuhi, sehingga ia menjadi anak yang pendiam dan sensitif. Ia mencari teman bermain dan memperhatikan lingkungan alam di sekitarnya, serta mempelajari masalah kehutanan.

            Baru pada tahun 1800-an Froebel bertemu dengan Herr Gruner yang mampu menyemangatinya. Karena di tangan Hurr Gruner, dia berkesempatan memasuki dunia pendidikan. Froebel sebelumnya gagal masuk universitas, dan akhirnya mengatakan ingin menjadi seorang pendidik. Pada 1807-1810 ia mendapat kesempatan untuk mendidik tiga anak laki-laki. Ia juga berkesempatan mengunjungi sekolah Pestalozzi di Yverdon. Maka dari kunjungan inilah pemikiran Froebel banyak dipengaruhi oleh Pestalozzi. Pada tahun 1813, Froebel belajar ilmu alam. Pada tahun 1816, Froebel berkesempatan mendirikan lembaga pendidikan yang dimulai dengan lima orang anak kemudian mencapai 56 orang anak (Suyadi &. U., 2013).

            Froebel mengabdikan hidupnya untuk mengembangkan sistem pendidikan anak usia dini. Ia juga dianggap sebagai "bapak pendiri" pendidikan anak usia dini. Gagasan Froebel untuk anak usia dini adalah menghasilkan teknik “taman anak” atau “taman kanak-kanak” yang berarti taman atau taman anak-anak, sedangkan di Indonesia diterjemahkan menjadi taman kanak-kanak (Masnipal, 2013). Froebel merupakan salah satu tokoh pendidikan anak usia dini yang banyak memberikan pengaruh atau kontribusi terhadap pemikiran baru atau modern dalam perkembangan anak usia dini khususnya Taman Kanak-Kanak. Karya Froebel yang dibanggakannya adalah sebagai penemu atau penggagas taman kanak-kanak. Meskipun Froebel banyak melakukan penelitian tentang visi pendidikan Pestalozzi, namun banyak memberikan komentar kritis terhadap sekolah Petalozzi, terutama dari kurangnya integrasi model implementasi dalam pembelajaran. Dalam pola pendidikan demokrasi yang dikembangkannya yang mengakibatkan banyak konfrontasi dengan pemerintah, sehingga dianggap memberontak (Yus, 2011).

            Menurut Froebel, yang dimaksud dengan pendidikan adalah menggiring manusia pada kecerdasan dalam berpikir dan menggiring manusia pada kesadaran diri yang lebih dalam sehingga mengarah pada sesuatu yang suci dan tidak tercela. Beliau menjelaskan empat prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam pendidikan. Pertama, bahwa perkembangan alam mengekspresikan dirinya dalam perkembangan individu dan harus ditunjukkan dalam pengajaran ilmu pengetahuan, kemanusiaan dan agama. Kedua, pendidikan harus diselenggarakan selaras dengan perkembangan alamiah anak. Ketiga, pendidikan harus membuka dan mengembangkan pribadi manusia seutuhnya, dalam mengolah emosi anak penting mengajarkan agama, alam harus dipelajari sebagai wahyu dari Allah SWT dan matematika harus diapresiasi sebagai simbol universal. Bahasa juga dapat menghubungkan manusia dengan hukum dan ritme benda dan harus menjadi bagian dari pendidikan. Keempat, seni harus diajarkan karena kesamaan bakat manusia dan dapat membawa keharmonisan bagi manusia.

            Froebel adalah orang pertama yang memiliki ide untuk mengajar anak-anak kecil di luar rumah. Sebelumnya, pendidikan anak lebih banyak dilakukan di rumah. Konsep belajar menurut pandangan Froebel lebih efektif melalui permainan dan mengutamakan pembelajaran motorik kasar atau halus pada seorang anak. Kindergen Froebel ditujukan untuk anak-anak berusia tiga hingga tujuh tahun. Ia menggunakan taman sebagai simbol pola pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak merupakan perluasan dari pandangan mereka tentang dunia dan pemahaman mereka tentang hubungan dengan individu, pencipta dan alam semesta.

            Froebel berpendapat bahwa anak-anak sedang mengembangkan bunga, artinya anak-anak yang sedang berkembang. Dimana dalam masa tumbuh kembang anak harus diisi dengan pendidikan yang baik dan benar agar anak berkembang dengan baik. Froebel mengembangkan metode pendidikan sesuai dengan konteks perkembangan yang dialami individu. Pada tahap awal Froebel menyarankan menggunakan metode yang memungkinkan ekspresi spontan dalam diri individu. Sedangkan pada tahap akhir, metode tersebut dapat digunakan untuk memantau dan mengarahkan perkembangan individu. Dengan demikian dalam dunia anak metodenya harus disesuaikan dengan dunia anak usia dini. Berkaitan dengan konteks anak, perlu diperhatikan bahwa perkembangan mengarahkan anak usia dini pada kesadaran diri dalam suasana bebas, dimana individu akan diperkenankan untuk menunjukkan dan mempelajari apa yang ada dalam dirinya secara bebas. Menurut Froebel, permainan merupakan metode yang paling tepat dan penting untuk menerapkan ungkapan tersebut (Lilley, 2010).

            Dalam pendidikan inilah Froebel kemudian menyusun dan mengembangkan kurikulum pendidikan yang telah dirancang dan sistematis. Bagi Froebel, dasar kurikulumnya adalah give and give, yang menyediakan berbagai permainan dan usaha, karya yang dapat dibuat dengan permainan yang ada. Hadiah adalah benda yang dapat dipegang dan digunakan oleh anak usia dini sesuai dengan petunjuk dari pendidik atau guru dan dengan demikian anak dapat belajar tentang bentuk, ukuran, warna dan konsep yang diperoleh melalui berhitung, mengukur, membedakan dan membandingkan. Sedangkan okupasi adalah materi yang dirancang untuk mengembangkan berbagai macam keterampilan, yang utama adalah psikomotor pada anak usia dini, melalui kegiatan seperti menjahit dengan papan jahit, membuat bentuk dengan mengikuti titik, membentuk lilin, menggunting bentuk, menggambar, menganyam, menempel. dan tongkat. kertas lipat. Dengan cara ini Froebel percaya bahwa bermain adalah cara belajar yang penting bagi anak-anak. Karena melalui memberi dan bekerja seorang anak akan mengusahakan dirinya sendiri yang tentunya terpantau menuju ekspresi diri yang bebas guna mencapai pengembangan diri, sesuai dengan tekad karakter dan kesadaran diri (Masnipal, 2013).

            Tujuan pendidikan menurut Froebel adalah perkembangan keseluruhan dari seorang individu. Semua kekuatan individu, dan keharmonisan internal individu, dan hubungan yang harmonis dengan alam, masyarakat dan Tuhan. Pendidikan yang dimaksud Froebel adalah mengembangkan keutuhan dalam diri anak tanpa harus menggunakan paksaan. Sebaliknya, anak dibantu untuk tumbuh dan berkembang potensi terpendamnya sendiri melalui pengawasan yang ada (Masnipal, 2003). Dengan demikian anak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan dirinya melalui metode yang ada untuk membentuk dirinya yang memungkinkan anak usia dini dapat mempertahankan karakternya ketika berhadapan dengan berbagai situasi di sekitarnya, serta terbuka terhadap pengetahuan baru.

            Selanjutnya pada tahun 1837 Froebel pindah ke Blankenburg (Jerman), dan membuka Pendidikan Prasekolah yang dibuat dari konsep kubus kontak yang disebut hadiah. Permainan, lagu, cerita, kerajinan tangan, sebagai sarana belajar anak prasekolah. Dan pada tanggal 28 Juni 1840 Froebel membuka taman kanak-kanak pertama yang ditandai dengan adanya sebidang tanah di lingkungan sekolah yang digunakan sebagai tempat anak-anak bercocok tanam dan merawat tanaman. Meski mengalami banyak tantangan, permasalahan seperti penutupan lembaga pendidikan tidak menyurutkan niat Froebel untuk mengembangkan cita-citanya di Amerika. Namun sebelum cita-citanya dapat terwujud, ia meninggal pada tahun 1852. Froebel meninggal pada tanggal 21 Juni 1852 di Marienthal.

Pandangan Frederich Wilhem Froebel dalam Pendidikan Anak Usia Dini

            Froebel merupakan satu-satunya pelopor berdirinya taman kanak-kanak atau sering disebut dengan Taman Kanak-Kanak (TK) pertama di dunia. Ia juga dikenal sebagai "Bapak TK". Mayoritas lembaga PAUD di Indonesia tidak lepas dari pengaruh pandangan Froebel tentang pendidikan, juga murid-muridnya, Carl Schulz dan Elizabeth Peabody. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) harus mengikuti ciri dan ciri “taman” atau anak yang sedang bermain sebagai tahapan dalam pembelajarannya. Froebel mengibaratkan seorang anak dengan benih yang ditanam, mulai tumbuh, bertunas, dan tumbuh dari tanaman muda yang lemah menjadi tanaman yang siap berbuah. Froebel ingin taman kanak-kanaknya, atau "taman kanak-kanak" menjadi tempat anak-anak bermekaran seperti bunga. Froebel percaya bahwa perkembangan sebagian besar terjadi melalui aktivitas dan permainan individu. Pada masa Froebel dan sekarang proses belajar melalui bermain sangatlah penting. Konsep kedewasaan dan belajar melalui bermain merupakan dua kontribusi terbesar dari pandangan Froebel dalam pendidikan anak usia dini (Morrison, 2012).

            Oleh karena itu, bermain dipandang sebagai cara yang cocok atau tepat untuk mendidik anak usia dini dan merupakan cara anak meniru kehidupan orang dewasa di lingkungannya. Selanjutnya, teori pendidikan Froebel didasarkan pada keyakinannya pada kesatuan alam, adanya hukum alam universal dan keyakinannya pada Tuhan sebagai pengatur kehidupan manusia yang merupakan bagian dari alam.

            Dalam hal ini, Froebel memandang anak usia dini sebagai individu yang baik secara alamiah. Karakter buruk muncul karena kurangnya pendidikan atau pemahaman anak. Setiap tahap perkembangan yang dialami seorang anak harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh. Anak memiliki potensi, dan potensi tersebut akan hilang jika tidak dibina dan dikembangkan sehingga terstimulasi dengan baik. Froebel berpendapat dengan Pestalozzi bahwa anak-anak dilahirkan dengan kemampuan khusus mereka sendiri, tetapi ia menyatakan bahwa perkembangan berasal dari kemampuan anak usia dini dan pemenuhan diri yang berasal dari dorongan anak sehingga melalui kegiatan yang dilakukan secara spontan. Dikatakan pula bahwa berpikir pada anak usia dini merupakan bagian dari aktivitas otak dan berpikir juga terdapat dalam bentuk tindakan lain, misalnya dalam bermain, berakting, bercakap-cakap, bernyanyi, dan pengungkapan diri. Jadi, pengetahuan dan tindakan adalah bentuk dari aspek yang sama dengan pertanyaan diri, kreativitas. Ibarat tanaman yang tumbuh dengan bantuan alam, seorang anak juga tumbuh dan berkembang jika dibantu oleh orang tua dan guru atau pendidik dalam mewujudkan insting dan memanfaatkan kemampuan kehendak alamiahnya pada diri seorang anak. Froebel yang sengaja merancang pola pembelajaran untuk anak usia dini tidak mengutamakan materi baca-tulis-berhitung (calistung), melainkan lebih menekankan unsur bermain untuk merangsang kreativitas anak. Selain itu, bermain juga dimaksudkan agar anak berpikir secara konstruktif (Boehlke, 2003).

            Hal ini dilakukan karena anak usia dini seperti kaset kosong yang dapat merekam apa saja atau semua yang mereka terima. Berawal dari itu, Froebel merancang materi bermain dalam pembelajaran untuk anak usia dini dan memperkenalkannya dengan cara bernyanyi. Pola pembelajaran anak usia dini di berbagai negara maju masih menempatkan bermain sebagai fungsi utama dalam pembelajaran. Anak-anak diperbolehkan untuk mengetahui fenomena yang ada melalui kegiatan bermain. Bermain sebagai fungsi yang utama dalam proses pembelajaran. Pola pembelajaran yang ditanamkan oleh Frobel yaitu melalui :

1.     Mempelajari matematika sejak dini

Saat berbaris misalnya, anak yang tinggi diminta berada di belakang, sedangkan anak yang pendek diminta di depan. Pola ini memberikan pemahaman bagi anak usia dini sehingga secara tidak sadar anak mulai belajar matematika sambil bermain.

2.     Memahami perbedaan sejak dini

Memahami perbedaan sejak dini, taman kanak-kanak (TK) umumnya tidak menggunakan seragam. Dalam pandangan psikologi perkembangan, pola ini memiliki tujuan agar anak dapat mulai memahami perbedaan sejak dini. Tentang perbedaannya dengan orang lain, termasuk mengajarkan anak sejak dini untuk menghargai sesama manusia yang berbeda pendapat dan agama.

3.     Memperkuat sikap ego atau kemandirian anak

Selain itu, pola lain yang diterapkan adalah memperkuat ego atau rasa percaya diri anak. Kebanyakan orang tua menyekolahkan anaknya ke taman kanak-kanak dengan tujuan agar anak mampu bersosialisasi. Padahal, pada anak usia dini yang harus dikuatkan adalah sikap ego atau percaya diri anak. Anak-anak harus diajari mengatakan "ini aku" bukan "ini kita". Rasa percaya diri yang tumbuh sejak dini akan berdampak pada kemandirian mereka di masa depan. Anak baru akan belajar bersosialisasi ketika akan masuk Sekolah Dasar (SD), karena pada saat itu otak anak sudah mulai berkembang dan emosinya sudah mulai berkembang.

 

 

 

4.     Pelajaran musik untuk kecerdasan anak

Yang tidak kalah penting dalam pembelajaran anak usia dini adalah memberikan pelajaran musik untuk anak. Dengan musik, anak akan mengenal pola ketukan yang merupakan bantuan tersendiri bagi perkembangan kecerdasan anak.

5.     Merusak pola

Program semacam ini sangat mungkin dianggap tabu di sejumlah masyarakat Indonesia. Bahkan, di sejumlah negara “break the pattern” yang memiliki arti merusak pola merupakan salah satu materi yang diberikan kepada anak usia dini. Dengan diberikannya anak untuk melukis langit dengan warna kuning, gunung dengan warna merah, atau laut dengan warna jingga, tujuannya untuk mengembangkan imajinasi anak usia dini, karena dalam perkembangannya anak usia dini memiliki berbagai macam imajinasi yang sedang berkembang. Anak-anak harus dibiarkan berimajinasi atau berfantasi sesuka mereka. Tidak perlu dikekang, apalagi didikte oleh pola tertentu. Hal ini agar anak memiliki impian di masa depan. Tentunya peran orang tua sangat penting dalam membimbing anak agar memiliki fantasi yang dapat diarahkan pada hal-hal yang positif atau baik.

6.     Bercerita dan mendongeng

Salah satu cara yang efektif dalam perkembangan anak usia dini adalah dengan bercerita. Pola ini juga dilakukan untuk meningkatkan imajinasi anak. Biarkan anak kecil membayangkan gajah bisa terbang, kelinci bisa bicara, atau singa bermahkota karena mereka adalah raja hutan (Madyawati, 2017).

Pembelajaran yang dirancang oleh Froebel menggunakan kurikulum yang dirancang untuk memasukkan karya atau seni, keterampilan dan kegiatan pengembangan. Semua kegiatan dirancang untuk dilakukan dalam bentuk bermain, misalnya bermain lilin, menyanyi, menggunting dan melipat kertas, menyanyi, permainan, bahasa (Madyawati, 2017). Dari segi pembelajaran yang dirancang oleh Friech Wilhelm Froebel membagi tahapan kurikulum menjadi beberapa kelompok yaitu (Susanto, 2015):

1.     Masa bayi (masa ketergantungan)

Pada bagian ini Froebel menyebutnya sebagai tahap “pengantar” dasar-dasar pendidikan. Pada tahap ini orang tua dituntut untuk berpartisipasi aktif dan orang tua harus memperhatikan bayinya. Sebelum masa bayi, menunjukkan tindakan atau gerakan seperti menangis. Hal ini perlu dilakukan untuk bayi agar terjadi kesatuan baru yaitu tumbuhnya akal antara orang tua dan bayi. Dimana bayi akan menghormati orang-orang disekitarnya. Pada tahap perkembangan ini bayi disebut juga Saungling yaitu seseorang yang menghisap atau menyerap berbagai hal yang diajarkan di lingkungan sekitarnya, artinya pada tahap ini bayi akan menangkap keragaman lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, orang-orang di sekitar bayi, termasuk orang tua dan keluarga, harus mampu mengembangkan berbagai lingkungan yang sehat, aman, menarik, dan suci bagi bayi. Selain itu, Froebel juga menegaskan bahwa orang-orang di sekitarnya terutama orang tua harus memperhatikan setiap gerakan bayi mulai dari tersenyum, diam, dan juga saat bayi berada di pangkuan ibu.

2.     Masa kanak-kanak (masa permulaan pendidikan)

Froebel mengatakan bahwa tahap ini merupakan awal pendidikan karena pada tahap ini anak sudah mulai bisa mengucapkan kata benda. Meski begitu, kata pertama yang diucapkan anak biasanya sedikit salah dan menjadi tanggung jawab orang tua atau pengasuh untuk mengoreksi kata tersebut dengan melafalkan kata yang diucapkan anak dengan benar.

Selain pengucapan, Froebel juga menekankan permainan dan hubungan antara permainan dan pengalaman pendidikan. Menurut Froebel, bermain adalah proses di mana perkembangan kepribadian berlangsung. Oleh karena itu, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi karena jika aktivitas anak dibatasi sama saja dengan mengikat nalar anak karena ia tidak bebas mengeksplorasi lingkungannya. Masa kanak-kanak ini akan berakhir ketika seorang anak memiliki pengalaman lahiriah dan menjadikannya sebagai pengalaman batiniah.

3.     Masa tanggung (masa untuk belajar)

Pada bagian ini anak akan mulai mendapat pendidikan formal dan sistematis, baik di bawah bimbingan atau pengawasan guru maupun di bawah bimbingan orang tuanya. Penekanannya pada upaya memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat lahiriah, khas, dan khusus.

Pada tahap ini Froebel juga menekankan bahwa anak memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu dan dalam melakukan sesuatu alangkah baiknya jika orang tua memperhatikan apa yang dilakukan anak dan memberikan dukungan ketika pekerjaan selesai maka orang tua harus memuji hasil kerja anak.

Pada tahap ini anak juga sudah mulai berhubungan dengan orang-orang disekitarnya, misalnya orang-orang disekitarnya menyadari bahwa anak tersebut memiliki sifat yang buruk atau tidak baik. Namun, sifat anak disebabkan oleh lingkungan. Menurut Froebel, seorang anak menjadi tidak sehat karena tidak diperlakukan dengan baik di lingkungannya.

Dari uraian di atas, pendidikan taman kanak-kanak perlu mengikuti fitrah anak dan bermain merupakan metode atau metode pendidikan dan bermain merupakan masa awal pendidikan karena pada tahap ini anak sudah mulai bisa mengucapkan kata benda. Namun, kata-kata pertama yang diucapkan seorang anak biasanya sedikit salah dan menjadi tugas orang tua dan pendamping untuk mengoreksi kata-kata tersebut dengan benar. Di luar pelafalan, Froebel juga menekankan permainan dan menggambarkan hubungan antara permainan dan pengalaman pendidikan. Menurut Frobel, bermain merupakan suatu proses yang di dalamnya berlangsung perkembangan kepribadian anak (Sudono, 2000). Oleh karena itu, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi karena jika aktivitas anak dibatasi maka sama saja dengan mengikat pikiran anak karena anak tidak bebas mengeksplorasi lingkungan di sekitarnya. Masa kanak-kanak ini akan berakhir ketika seorang anak telah mengalami pengalaman lahiriah dan menjadikannya sebagai pengalaman batiniah dalam diri seorang anak.

Filsafat Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Wilhelm Froebel

Konsep filosofi pendidikan anak usia dini berangkat dari pengertian bahwa sejak dini seorang anak telah dibekali dengan berbagai potensi atau kemampuan yang perlu dikembangkan. Hal ini dimaksudkan agar kelak seorang anak dapat menjalankan fungsi dan perannya sebagai manusia secara efektif dan produktif. Al-Syaibany dalam Muhmidayali berpendapat bahwa filsafat pendidikan merupakan implementasi dari pandangan filosofis dan prinsip-prinsip filosofis dalam bidang pendidikan. Berdasarkan pengertian filosofis tersebut, filosofi pendidikan anak usia dini pada hakekatnya adalah penerapan pandangan filosofis dalam pendidikan anak usia dini baik yang berkaitan dengan kurikulum pendidikan, aspek pendidikan, tujuan pendidikan, objek pendidikan, pendekatan, model pembelajaran, dan proses evaluasinya. . dalam pendidikan anak usia dini.

Filsafat pendidikan anak usia dini berusaha mengungkap dan mengkaji realitas proses pendidikan anak. Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini harus berlandaskan pada filosofi dan menggunakan teori-teori pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Dengan demikian, praktik pendidikan mempunyai arah yang jelas, tujuan yang relevan dengan hakikat, kebutuhan, dan perkembangan anak. Anak diperlakukan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam kehidupannya (Muhmidayanti, 2011).

Filosofi pendidikan anak bertujuan untuk membantu merumuskan peran dan proses penyelenggaraan pendidikan bagi anak dalam masyarakat, memaknai peran tersebut untuk mewujudkan tujuan pengabdian kepada masyarakat baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Filosofi pendidikan anak akan menjawab bagaimana cara mengasuh anak agar dapat berkembang dengan baik sesuai tahapan usianya, serta kegiatan apa yang cocok dan sesuai dengan kemampuan anak, kebutuhan dan kemampuan apa yang harus dipenuhi oleh seorang anak. , dan dikembangkan oleh anak dalam kehidupan bermasyarakat, tentang nilai dan moral apa yang harus diperhatikan oleh masyarakat dan harus diwariskan kepada anak, bagaimana pola hubungan antara anak dan orang dewasa.

Oleh karena itu, filosofi pendidikan anak sangat diperlukan untuk mengungkap dan mengkaji realitas yang terjadi dalam proses pendidikan anak. Atas dasar itulah kajian konsep dasar pendidikan anak usia dini selalu dikaitkan dengan filosofi pendidikan anak usia dini. Karena sebuah konsep tanpa filosofi seperti sesuatu yang mustahil. Filsafat adalah dasar dari sebuah konsep. Oleh karena itu pendidikan anak usia dini harus memiliki landasan filosofis yang kuat dan jelas (Maulidya, 2013). Selama revolusi industri abad ke-18 dan ke-19, para filsuf Eropa banyak menulis tentang konsep pendidikan anak. Pada bagian ini akan dibahas mengenai konsep filosofis yang dikemukakan oleh Frederich Wilhelm Froebel mengenai pendidikan anak usia dini dan dikaitkan dengan perkembangan pendidikan anak usia dini di Indonesia.

Froebel merupakan pencetus ide awal sekaligus pelopor tunggal berdirinya Kindergarden atau taman kanak-kanak di dunia (Suyadi & Ulfah Maulidya, 2013). Froebel menganut aliran filsafat progresif. Aliran progresivisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang berkembang pesat pada awal abad ke-20 dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan. Salah satu landasan filosofis progresivisme adalah reaksionisme spiritualistik. Gerakan pendidikan spiritualistik dan kreatif Froebel dan Montessori serta ilmu baru tentang perkembangan anak. Dalam pandangan Froebel, setiap tahap perkembangan yang dialami seorang anak harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh. Anak memiliki potensi atau kemampuan yang perlu dibina dan dikembangkan secara terus menerus oleh orang tua dan lingkungan sekitarnya. Tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak usia dini sangat berharga dan akan menentukan kehidupan selanjutnya (Hasan F., 2018). Oleh karena itu, usia dini merupakan usia emas bagi pendidikan. Masa kanak-kanak merupakan fase atau tahapan yang sangat mendasar bagi perkembangan individu karena pada masa ini terdapat peluang yang cukup besar bagi pembentukan dan perkembangan kepribadian seseorang. Atas dasar itu, pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak usia dini dan sangat penting karena kehidupan yang dialami anak pada masa kecilnya akan menentukan kehidupan selanjutnya. Menurut Froebel ada empat pola perkembangan yang tampak dalam pendidikan yaitu (Sadulloh, 2003):

1.     Bahwa anak memiliki benih yang nantinya akan menghasilkan kedewasaan yang sudah ada pada diri anak. Maka pendidik perlu mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki oleh seorang anak.

2.     Hubungan bagian dan ketuhanan berarti bahwa guru atau pendidik memperhatikan anak sebagai individu yang unik tetapi perlu mendapatkan lingkungan yang sehat dalam kelompoknya. Hal ini dikemukakan Froebel karena melihat bahwa pada hakekatnya setiap unit terkait dengan sesuatu yang lebih lengkap, tidak ada yang benar-benar terpisah dari sesuatu yang lain. Proses pertumbuhan ini melibatkan menghubungkan individu (Glied) dengan kelompok (Ganze), dan setiap kelompok terkait dengan lingkungan yang lebih luas.

3.     Batin didorong lahiriah, dalam arti mendidik mencakup berbagai upaya membantu anak untuk menyampaikan pikiran, perasaan, kekuatan jasmani, dan keimanan yang telah ada secara lahiriah, sehingga menjadi tampak (secara lahiriah) dalam wujud. dari buah akal yaitu pikiran, perasaan yang tersirat dalam bentuk berbagai kesenian, kekuatan jasmani melalui berbagai keterampilan, dan iman melalui perbuatan moral dan pengabdian kepada sesama manusia.

4.     Prinsip resistensi timbul pada hakikatnya dan menekankan gaya hidup yang dinamis dan tidak statis. Hukum Froebel adalah prinsip dinamis yang mencakup tiga hal, yaitu aksi, reaksi, dan keseimbangan. Menurut Froebel, alam bukanlah pikiran atau ide murni, juga bukan kekuatan fisik, tetapi alam adalah organisme yang berasal dari roh yang memanifestasikan dirinya, baik kekuatan yang muncul di dunia fisik, maupun dari dunia akal yang berasal diri seseorang anak.

Berdasarkan pandangan tersebut, pada tahun 1837 Froebel memiliki gagasan besar untuk mendirikan taman kanak-kanak. Taman kanak-kanak adalah pengalaman pendidikan yang rentan secara budaya sejak abad kesembilan belas. Diciptakan pada tahun 1839 oleh Friedrich Froebel, seorang pendidik Jerman yang kontroversial, kata Kindergarten (TK) menggambarkan filosofi pendidikan yang ia kembangkan untuk anak usia 3-6 tahun. Froebel dikenal terutama karena hadiah yang dia ciptakan sebagai bagian dari pedagogi taman kanak-kanaknya. Hadiahnya berupa rangkaian mainan yang berurutan, misalnya pengenalan balok dan mainan lain yang saat ini digunakan di taman kanak-kanak. Sedikit dari aspek taman kanak-kanak yang akrab tersirat dari dalam kata itu sendiri, yaitu taman. Taman terutama dipahami saat ini sebagai istilah metafora untuk anak-anak, dan biasanya taman kanak-kanak di AS tidak memiliki taman. Namun, menurut Froebel, sekolah PAUD asal Jerman ini memiliki taman.

Tak heran sejak lahirnya taman kanak-kanak berlangsung dalam masyarakat agraris. Namun, taman-taman ini tidak hanya memberikan tujuan sekolah, mereka hidup sebagai metafora untuk filosofi pendidikannya dan citra Jerman yang ideal dengan masyarakat. Cita-cita budaya taman adalah bahwa wanita, Tuhan, dan alam sama-sama dihormati. Taman kanak-kanak, yang dirancang dengan hati-hati oleh Froebel, mewakili dunia yang mustahil di bawah naungan monarki Prusia. Bagi Froebel, taman adalah teks epistemologis pedagogis dan representasi kesimpulan ilahi antara individu, masyarakat, dan alam. Gagasan menggunakan taman sebagai sumber makanan dan citra manusia dan alam yang cerdas paling relevan dengan definisi dasar taman. Dengan menggunakan taman untuk mendeskripsikan sekolahnya dan mendesain taman sebagai pasangan fisik dari filosofi pendidikannya (Susan Herrington, p. 326-327).

Gagasan Froebel mendorong orang lain untuk membuka taman kanak-kanak swasta pada tahun 1860. Sekolah guru kemudian didirikan untuk calon guru taman kanak-kanak. Anak-anak di taman kanak-kanak diberikan materi sederhana seperti tanah liat, kertas, silinder atau kubus untuk belajar merancang bentuk atau membuat sesuatu dalam kegiatan kelompok atau individu. Imajinasi anak dibantu dengan mendengarkan atau berbicara tentang dongeng, cerita, dan legenda (Pusat Analisis dan Data Tempo, hlm. 41). Froebel berpendapat bahwa pendidikan dapat membantu anak berkembang secara normal. Froebel menggunakan “taman” sebagai simbol pendidikan anak usia dini. Jika anak mendapat perawatan yang tepat, seperti tanaman, yaitu tunas muda, mereka akan berkembang secara alami sesuai dengan hukumnya sendiri. Simbol "taman" Froebel menginspirasi lembaga taman kanak-kanak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pendidikan taman kanak-kanak harus mengikuti sifat dan fitur taman atau anak. Oleh karena itu, bermain dipandang sebagai metode yang sangat cocok atau tepat untuk pembelajaran anak usia dini sekaligus sebagai cara anak untuk meniru secara alami kehidupan orang dewasa di lingkungannya (Muhammad Usman, 2015).

Menurut Frebel, bentuk permainan, lagu atau bentuk yang telah dipersiapkan sebelumnya sangat cocok karena memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan akan memuaskan minat spontan anak pada tahap pertumbuhan tertentu. Atas dasar itulah Froebel menegaskan bahwa pendidikan yang utama meliputi:

1.     Bukan persiapan menuju kedewasaan tapi pengalaman hidup yang menyatukan pikiran dengan berbagai tindakan.

2.     Ekspresi diri dan belajar dari pekerjaan adalah metode terbaik untuk belajar memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta mengembangkan berbagai bakat.

3.     Anak harus dibimbing agar dapat belajar melalui pengalaman dalam kelompok kerjasama dan akan membentuk sikap dan kebiasaan moral yang baik untuk saling membantu dan menjalin persahabatan diantara mereka.

4.     Spontanitas, kegembiraan dan disiplin secara alami diberikan kepada anak-anak.

5.     Manusia adalah bagian dari alam dan tunduk pada hukum alam (Abdul Fatah Hasan, 2007).

Kontribusi pandangan Frobel sangat besar dalam dunia pendidikan modern menurut Froebel manusia pada dasarnya adalah dinamika yang produktif dan tidak hanya bersifat represif. Froebel menekankan pendidikan anak usia 3-6 tahun atau 7 tahun. Pada masa ini, seorang anak dibekali untuk memiliki kemampuan sebagai dasar perkembangan dan pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, Froebel menekankan perlunya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pelatihan panca indera, bahasa dan bermain sebagai komponen penting dalam pendidikan anak. Penerapan pandangan Froebel dalam pembelajaran anak usia dini yaitu:

1.     Pembelajaran anak harus dirancang melalui kegiatan yang berpusat pada anak dengan menyiapkan lingkungan yang dapat mendorong proses pembelajaran melalui kegiatan eksploitasi dan penemuan.

2.     Orang tua dan guru harus bekerja sama dalam mendukung anak untuk mendapatkan pengalaman.

3.     Anak diberi kesempatan untuk mendapatkan berbagai pembelajaran yang kompleks.

4.     Kegiatan yang dapat menunjang perkembangan berbagai keterampilan motorik kasar dan halus agar anak tidak bosan.

Dari pembahasan diatas maka dapat di ambil pengertian bahwa kegiatan proses pembelajaran yang dapat dilakukan menurut metode Froebel antara lain bermain dengan lilin, kotak kayu (balok), menggunting kertas, menganyam, merenda, menggambar, berbahasa, dan berhitung (Yuliani Nurani Sujiono, 2009). Kegiatan ini masih digunakan oleh para pendidik anak usia dini hingga saat ini.

 

 

 

KESIMPULAN

Filsafat pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mengkaji secara teoritis landasan fundamental bagi pembentukan pendidikan anak. Selain itu juga untuk mengkaji dan mengungkap realita yang terjadi dalam proses pendidikan anak usia dini. Penyelenggaraan pendidikan dalam bentuk apapun, termasuk pendidikan anak usia dini, harus didasarkan pada filosofi dan teori pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Pada bagian ini akan dibahas konsep filosofis yang dikemukakan oleh Frederich Wilhelm Froebel. Froebel merupakan satu-satunya pelopor berdirinya Taman Kanak-Kanak atau sering disebut dengan Taman Kanak-Kanak (TK) pertama di dunia. Froebel berpendapat bahwa anak-anak adalah boom flowers yang berarti anak-anak sedang tumbuh. Dimana masa tumbuh kembang anak harus diisi dengan pendidikan yang baik dan benar.

Menurut Froebel dalam konsep pendidikannya, pendidikan adalah membimbing manusia menuju kecerdasan dan yang mengantarkan manusia pada kesadaran diri yang lebih dalam menuju sesuatu yang murni dan tidak tercela. Frobel memaparkan empat prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam pendidikan. Pertama, bahwa perkembangan alam mengekspresikan dirinya dalam perkembangan individu dan harus ditunjukkan dalam pengajaran ilmu pengetahuan, kemanusiaan dan agama. Kedua, pendidikan harus diselenggarakan selaras dengan perkembangan alamiah anak. Ketiga, pendidikan harus membuka dan mengembangkan pribadi manusia seutuhnya, dalam mengolah emosi anak penting mengajarkan agama, alam harus dipelajari sebagai wahyu dari Tuhan dan matematika harus diapresiasi sebagai simbol universal. Bahasa juga dapat menghubungkan manusia dengan hukum dan ritme benda dan harus menjadi bagian dari pendidikan. Keempat, seni harus diajarkan karena kesamaan bakat manusia dan dapat membawa keharmonisan bagi manusia.

Froebel juga menekankan bermain dan menarik hubungan antara bermain dan pengalaman pendidikan. Menurut Frobel, bermain adalah proses di mana perkembangan kepribadian berlangsung. Oleh karena itu, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi karena jika aktivitas anak dibatasi maka sama saja dengan mengikat nalar anak karena anak tidak bebas mengeksplorasi lingkungannya. Masa kanak-kanak ini berakhir ketika seorang anak telah mengalami pengalaman lahiriah dan menjadikannya sebagai pengalaman batiniah.

 

REFERENSI

Amirudin, Noor. (2018). Filsafat Pendidikan Isam. Gresik: Caremedia Communication.

Arifin. (1993). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Daulay, Haidar Putra. (2014). Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat. Jakarta: Kencana.

Dewantara, Ki Hadjar. (2013). Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Rev. Ed. Yogyakarta: UST-Pess.

Fadlillah, Muhammad. (2014). Desain Pembelajaran PAUD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

George s. Morrison. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.

Hasan, Abdul Fatah. (2007). Mengenal Falsafah Pendidikan. Kuala Lumpur: Taman Shamelin Perkasa.

Hasan, Fuad. (2018). Berkenalan Dengan Eksistensialisme. Jakarta: Pustaka Jaya.

Hasan, Maemunah. (2009). PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Yogyakarta: Diva Press.

Henry Barnard. (1884). “Froebel’s Kindergarten, And Child Culture Paper”. American Journal Of Education In A Volume Of 800.

Irene M. Lilley. (2010). Friedrich Froebel A Selection From His Writings. New York: Cambridge University Press.

Irsyad, M. (2017). Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Imam Al Ghazali. JEA (Jurnal Edukasi AUD), 2(1), 1–16. https://doi.org/10.18592/jea.v2i1.1533

Madyawati, Lilis. (2017). Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. Jakarta: Kencana.

Masnipal. (2013). Siap Menjadi Guru Dan Pengelola PAUD Professional. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Muhmidayati. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Pusat Data dan Analisis Tempo. 2019. Profil Menteri Pendidikan Orde Baru Fuad Hasa. Seri II.

Rebert R. Boehlke. (2003). Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: Gunung Mulia.

Rofi’ah, U. A., & Munastiwi, E. (n.d.). Pemanfaatan Google Classroom dalam Mengoptimalkan Perkuliahan Perencanaan dan Evaluasi AUD di Masa Covid-19. 20.

Rofi’ah, U. A., Hafni, N. D., & Mursyidah, L. (2022). Sosial Emosional Anak Usia 0-6 Tahun dan Stimulasinya Menurut Teori Perkembangan. Az-Zahra: Journal of Gender and Family Studies, 3(1), 1. https://doi.org/10.15575/azzahra.v3i1.11036

Rofiah, U. A., & Fatonah, S. (2021). Asesmen Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun Pada Masa Covid-19. Yaa Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 31–56. https://doi.org/10.24853/yby.v5i2.8574

Ruminiati. (2016). Sosio Antropologi Pendidikan Suatu Kajian Multicultural. Malang: Gunung Samudera.

Sadulloh, Uyoh. (2003). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabrta.

Sardiman. (2008). Sejarah 2 SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial. Cetakan Pertama: Yudistira, Januari.

Setyowahyudi, R. (2020). Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Maria Montessori tentang Pendidikan Anak Usia Dini. PAUDIA:  Jurnal Penelitian Dalam Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, 9(1), 17–35.

Sudono, Anggani. (2000). Sumber Belajar Dan Alat Permainan. Jakarta: Grasindo.

Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.

Suryana, Dadan. (2016). Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi Dan Aspek Perkembangan. Anak. Jakarta: Kencana.

Susan Herrington. (1998). “The Grden in Froebel’s Kindergarten: Beyond the Metaphor”. Studies in the History of Gardens & Designed Landscapes.

Susanto, Ahmad. (2015). Bimbingan & Konseling Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Prenadamedia.

Suyadi, & Ulfa, Mulidya. (2013). Konsep Dasar PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suyadi. (2011). Manajemen PAUD. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syafril dan Zen, Zelhendri. (2017). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Kencana.

Usman, Muhammad. (2015). Cet.1,. Perkembangan Bahasa Dalam Bermain Dan Permainan Untuk Anak Usia Dini. Ed. 1. Yogyakarta: Deepublish.

Yus, Anita. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Prenamamedia Group.

Yusuf, W. F. Y. W. F. (2015). Media Limbah Botol Untuk Meningkatkan Pembelajaran Pai Di Ra Miftahul Khoir I Karangrejo Purwosari. Jurnal Al-Murabbi, 1(1), 117–140.

 

 

 

Copyright holders:

Ulya Ainur Rofi’ah, Maemonah, Putri Indah Lestari

 (2023)

 

First publication right:

GenerasiJurnal Pendidikan Anak Usia Dini

This article is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International